Sesudah Reformasi, gereja-gereja mencoba mengukuhkan dan
memperkembangkan apa yang telah di peroleh dalam bidang ajaran dan dalam
kehidupan gerejawi. Pada satu pihak terlibat kecendrungan untuk
mempertahankan hasil reformasi dan untuk mengatur telah ditetapkan lebih
dahulu. Pada pihak lain orang-orang mulai menuntut kebebasan untuk
percaya dan berfikir menurut perasaan sendiri.
2.1. Pengertian
Kata Pietisme berasal dari kata latin “Pietis” yang artinya Kesalehan[1], jadi Pietisme adalah aliran yang yang menekankan kesalehan dan penghayatan iman[2].
Pietisme adalah sebuah gerakan di lingkungan Lutheranisme Gerakan ini
bermula sebagai reaksi terhadap ritual-ritual yang mekanis dan formal
yang mewarnai pelayanan di gereja Lutheran yang saat itu telah mapan,
namun semakin kurang kebebasan untuk mengungkapkan iman secara lebih
spontan. Dengan menekankan kesalehan dan penghayatan iman pada
perkembangan gereja-gereja Protestan sesudah reformasi.[3]
pada saat yang sama pengikutnya berusaha menjaga apa yang telah
diajarkan para reformator agar tidak terjadi penyimpangan, maksud
Pietisme yaitu untuk menyelesaikan reformasi abad ke-16 supaya tidak
hanya ajaran yang di reformasikan tetapi juga seluruh kehidupan, baik
pribadi maupun dalam persekutuan Kristen yang mencerminkan Iman Kristen[4].
2.2. Latar Belakang
Diawali dari pernyataan protes dari berbagai pihak atas kekurangan
Gereja, banyak yang menganjurkan kebangkitan kembali kekristenan yang
praktis dan saleh, gerakan Pietisme ini muncul pada awal abad ke-17
sampai berakhir pada akhir abad ke-18 dan yang menjadi penyebab
munculnya aliran ini adalah reaksi mereka terhadap suasana gereja yang
suam itu dan terhadap semangat dunia yang sudah merajalela didalam
masyarakat Kristen[5].
Orang-orang Pietis sangat menyesalkan sifat intelektualitas watak
khotbah-khotbah yang diperdengarkan di mimbar-mimbar, menurut mereka
belum cukup jikalau hanya ajaran murni dan dogmatik saja yang diberikan
hanya akan mamuaskan otak tetapi tidak member rohani dan jiwa.[6]
Orang-orang Pietis sedih melihat kebanyakan anggota jemaat hidup
untuk dunia ini saja, agama dipandang sebagai perkara biasa yang memang
masih diindahkan tetapi tinggal perkara lahiriah saja yang tidak
menggerakkan hati lagi dan kurang dipraktekkan dalam hidup kaum kristen
sehari-hari. Pietisme berusaha untuk memberantas semangat yang suam itu
dan membina kembali kehidupan rohani jemaat[7].
Cita-cita Pietisme pada dasarnya tidak lain dari apa yang
dicita-citakan oleh para reformator yaitu bahwa anggota-anggota gereja
sesungguhnya percaya dan hidup dari pengampunan dosa yang telah
diperoleh secara sukarela dan melakukan apa yang diperintahkan oleh
Allah kepada Manusia[8].
2.3. Tokoh-Tokoh Pietisme
Philip Jacob Spener |
2.3.1. Philip Jacob Spener
Spener lahir di Elzas pada 13 Januari 1635 di Rappoltsweiler, Alsace.
Masa pelayanan Spener dimulai ketika ia menjadi pendeta jemaat di
Strasbourg. Dari Strasbourg, Spener kemudian menjadi pengkhotbah dan
guru di Frankfurt. Di Frankfurt, Spener merasakan kedekatan dengan suatu
komunitas Kristiani bernama Kaum Labadis yang mendapat perlakuan kurang
adil dari gereja Lutheran saat itu. Perlakuan kurang adil itu adalah
menyuruh semua warga negeri Lutheran harus dibaptis supaya dianggap
suci. Hal inilah yang menyebabkan Spener ingin memperbaharui apa yang
dilakukan oleh gereja Lutheran. Karena usahanya itu, maka, pada tahun
1686, Spener mendapatkan perlawanan dari kaum Lutheran di Frankfurt,
sehingga membuatnya harus meninggalkan kota itu. Dari Frankfurt, Spener
pindah ke Berlin dan menjadi pendeta di sana hingga tahun 1691. Ia
meninggal pada tahun 1705.[9]
August Hermann Francke |
2.3.2. August Hermann Francke
August Hermann Francke lahir di Lubeck, dekat kota Hamburg pada
tanggal 22 Maret 1663. Pada usia 16 tahun, ia masuk Universitas Erfurt
dan memusatkan diri pada studi logika dan metafisika. Akan tetapi,
karena tidak menyukai setuasi di kota Erfurt, Francke pun pindah ke
Universitas Kiel dan di sana ia belajar teologi, fisika, filsafat, dan
sejarah. Ia juga sempat belajar bahasa Ibrani dan Yunani di Hamburg
sebelum akhirnya pada tahun 1684 masuk Universitas Leipzig. Francke
adalah seorang mahasiswa teologi yang gemilang, pada umur 24 tahun ia
sudah menjadi guru besar di Universitas Leipzig. Pada 1687 Francke
bertobat. Menurut Francke, kehidupannya yang tampak berhasil itu
sebenarnya tidak berarti, sebab ia belum memiliki iman yang hidup.
Penganut Pietisme dan Revival kemudian memandang peristiwa pertobatan
itu adalah sesuatu yang harus dialami oleh seorang Kristen. Sejak
pertobatannya itu, Francke kemudian berkecimpung dalam lingkungan
Spener, tokoh Pietisme yang banyak memberikan pengaruh besar bagi
Francke. Pada tanggal 7 Januari 1692, Francke tiba di Halle dan menjadi
guru besar di Universitas Halle. Halle kemudian menjadi salah satu pusat
pietisme hingga. Francke meninggal dunia pada tahun 1727.[10]
2.4. Ajaran Pietisme
Untuk dapat mencapai tujuannya, kaum Pietis menekankan:
1. Iman yang berpusat pada Alkitab (jadi bukan pada ajaran gereja)
2. Pengalaman khas dalam kehidupan kristiani (rasa berdosa,
pengampunan, pertobatan, kesucian hidup, dan kasih dalam persekutuan)[11]
3. Pengungkapan iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjili.[12]
2.5. Dampak Pietisme
2.5.1. Dampak Positif
Dampak Positif yang ditimbulkan oleh aliran Pietisme ini adalah:
1. Adanya Pekabaran injil yang dilakukan dalam rangka harapan kedatangan kerajaan Allah.
2. Pekabaran injil yang dilakukan bersifat oikumenis, dimana ajaran yang dipegang sesuai dengan Alkitab.
3. Pusat hidup adalah firman Tuhan[13]
4. Setia kepada Gereja
5. Pola kesalehan sangat ditanamkan dalam kehidupan kelompok-kelompok Kristen khhususnya pada diri sendiri.[14]
2.5.2. Dampak Negatif
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh aliran pietisme ini adalah:
1. Berpikir pada manusia yang saleh itu adalah menjadi pusat hidup rohani.
2. Menimbulkan rasa semangat fanatik dan sekte-sekte kecil.
3. Menimbulkan perpisahan-perpisahan jemaat yang berbeda aliran yang dipahami.
4. Terjadinya pertikaian[15].
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas saya menyimpulkan bahwa aliran pietisme ini
menekankan tentang kesalehan hidup manusia karena jika dilihat dari
ajaran mereka yaitu mengenai pengungkapan hidup yang dalam artiannya
bahwa kita harus hidup dalam kesalehan, karena dengan cara ini kita akan
lebih dekat lagi dengan Tuhan dan apa bila kita dekat dengan Tuhan maka
anugerah tuhan akan lebih banyak lagi kepada kita umat manusia,
selanjutnya yaitu bahwa firman Tuhan itu bukan hanya didengarkan dan
dikhotbahkan didalam gereja tetapi juga harus dijalankan dalam kehidupan
sehari-hari yang dalam artiannya adalah hidup itu harus berlandaskan
firman Tuhan.
Daftar Pustaka
Enklaar, H. Berkhof dan I. H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009
Hale, Leonard, Jujur Terhadap Pietisme, Jakarta: BPK-GM, 1996
Jonge, Jan S. Aritonang dan C. De, Apa Dan Bagaimana Gereja..?, Jakarta: BPK-GM, 2009
Jonge, C. De, Gereja Mencari Jawaban, Jakarta: BPK-GM, 2009
Jonge, C. De, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009
Petersen, A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang dan Randy, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007
Soedarmo, R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2008
Wellem, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006
http//.google/pietisme/.com
http//.wikipedia/tokoh-tokoh-pietisme/.com
http//.wikipedia/ajaran-pietisme/.com
[1] C. De. Jonge, Gereja Mencari Jawaban, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 34
[2] C. De. Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 78
[3] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 370
[4] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 73
[5] Leonard Hale, Jujur Terhadap Pietisme, Jakarta: BPK-GM, 1996, hlm. 110-111
[6] Gereja Mencari Jawaban, Op. Cit, hlm. 34-35
[7] H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 224
[8] Jan S. Aritonang dan C. De Jonge, Apa Dan Bagaimana Gereja..?, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 47
[9] http//.wikipedia/tokoh-tokoh-pietisme/.com
[10] http//.google/pietisme/.com
[11] A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang dan Randy Petersen, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 99-102
[12] http//.wikipedia/ajaran-pietisme/.com
[13] Leonard Hale, Op. Cit, hlm. 112
[14] Gereja Mencari Jawaban, Op. Cit, hlm. 42-43
[15] H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Op. Cit, hlm. 248