DENNYSAM 2

Selamat Datang di SuperBlog Denny Sam. Saya membuat beberapa artikel yang perlu dan baik untuk disharing.

DENNYSAM

Selamat Datang di SuperBlog Denny Sam. Saya membuat beberapa artikel yang perlu dan baik untuk disharing.

DENNYSAM 3

Selamat Datang di SuperBlog Denny Sam. Saya membuat beberapa artikel yang perlu dan baik untuk disharing.

DENNYSAM 4

Selamat Datang di SuperBlog Denny Sam. Saya membuat beberapa artikel yang perlu dan baik untuk disharing.

DENNYSAM 5

Selamat Datang di SuperBlog Denny Sam. Saya membuat beberapa artikel yang perlu dan baik untuk disharing.

Internet Kecamatan (MPLIK) di Mata Masyarakat.

Guna mempercepat peningkatan keterjangkauan pemerataan layanan internet di masyarakat terpencil dan untuk mendorong perubahan daerah setempat, mencerdaskan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat; Kementerian Komunikasi dan Informasi (KEMKOMINFO) pada tahun 2011 telah meluncurkan program Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Ini merupakan gebrakan baru untuk memasyarakatkan internet dan meng-internet-kan masyarakat. MPLIK sebagai kelanjutan program Universal Service Obligation (USO Project) melalui PLIK–tanpa Mobil.

18 February 2014

Profesi Guru akan di beri Gelar Gr. seperti Dokter

Gelar Gr. untuk Guru
Indonesia - Pemerintah akan memberi gelar Gr kepada guru yang sudah menjalani program pendidikan guru (PPG). Gelar ini akan menjadikan guru lebih profesional.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pemerintah akan memberikan gelar Gr apabila guru itu sudah menjalani satu tahun pendidikan profesi guru.

Menurut dia, gelar tersebut menjadi pelengkap bagi status guru yang sudah dianggap profesional setelah dapat pendidikan dan tunjangan.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 87/2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan. Khususnya pasal 14 yang menyebutkan Sebutan profesional lulusan program PPG adalah guru yang penggunaan dalam bentuk singkatan Gr. Ditempatkan dibelakang nama yang berhak atas sebutan profesional yang bersangkutan.

Di dalam permendikbud tersebut, PPG Prajabatan adalah pendidikan untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru. Mereka akan menguasai kompetensi guru secara utuh untuk selanjutnya mendapatkan sertifikat pendidik profesional.

PPG menjadi semacam kuliah bagi calon guru di kampus yang telah ditunjuk pemerintah. “Kami berikan penghargaan bagi guru setelah mereka lulus PPG agar mereka lebih semangat untuk meningkatkan profesionalitas,” katanya, Jumat (7/2/2014).

Menurut Direkrur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Supriadi Rustad, lamanya waktu kuliah bagi calon guru bidang studi diPPG ialah satu tahun. Sedangkan PPG bagi guru pendidikan anak usia dini dan SD ialah enam bulan. Sebelumnya mereka akan diseleksi dulu oleh pemerintah. Persyaratannya bisa saja mereka sarjana pendidikan ataupun nonpendidikan.

Supriadi menjelaskan, pada 2016 semua guru yang akan diangkat mesti mengikuti PPG terlebih dulu. Hal ini untuk menjamin mutu guru pada kurikulum baru yang berubah metode pengajarannya. Dia menyatakan, meski daerah yang masih berwenang untuk mengangkat guru namun ketentuan pengangkatan guru meski mengikuti persyaratan PPG yang ditegaskan pemerintah pusat.

Lama studi PPG untuk mendapatkan sertifikat pendidik dihitung berdasarkan beban belajar sesuai dengan jenjang pendidikan yang akan diajar peserta PPG. Untuk guru SD dan sederajat dengan ijazah S1 PGSD beban belajarnya adalah 18 sampai 20 SKS. Sedangkan untuk peserta PPG dengan ijazah S1/D-IV Kependidikan selain PGSD, beban belajarnya dinaikkan menjadi 36 - 40 SKS.
Terkait dengan lama studi sampai berapa semester, tidak diatur dalam Permendikbud ini.
Aturan lebih detail nanti dibahas bersama dengan LPTK atau kampus pelaksana program PPG. Namun sampai saat ini Permendikbud tersebut belum disosialisasikan ke mahasiswanya ataupun para guru.

Kuota peserta sertifikasi guru tahun 2014 melalui pola PLPG direncanakan sebanyak 150.000 orang. Sertifikasi guru melalui pola PPG dalam jabatan akan diselenggarakan pemerintah mulai tahun 2015 dengan rencana kuota sebanyak 250.000 orang.

Dari 150.000 orang peserta sertifikasi guru 2014, sebanyak 139.410 orang adalah guru yang diangkat sebelum UUGD diterbitkan dan belum memiliki sertifikat pendidik, sisanya adalah peserta PLPG tahun sebelumnya yang tidak lulus. Sertifikasi guru melalui pola PLPG akan berakhir pada tahun 2015. Bagi guru yang diangkat setelah UUGD diterbitkan, akan diikutkan sertifikasi melalui jalur Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan. Guru yang diangkat sesudah UUGD diterbitkan berjumlah 377.926 yang terdiri dari 207.700 orang guru PNS dan 170.226 Guru Tetap Yayasan (GTY).

Sertifikasi guru melalui pola PPG dalam jabatan akan diselenggarakan pemerintah mulai tahun 2015 dengan rencana kuota sebanyak 250.000 orang. Diharapkan pada tahun 2016 PPG dalam jabatan diharapkan selesai, sesuai dengan amanat peraturan pemerintah. Meskipun beban belajar PPG telah ditetapkan, tetapi mekanisme pelaksanaannya masih dalam proses pembahasan.

Saat ini bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan profesi pendidik (TPP). Guru tersebut harus memenuhi tanggung jawab berupa pemenuhan jumlah jam mengajar wajib sebanyak 24 jam tatap muka per minggu. Sejak dilaksanakan pertama kali pada tahun 2007 sampai 2012 telah tercatat sebanyak 1.327.048 orang guru yang telah disertifikasi.

Sumber: Tempo.co

Saya mahasiswa pendidikan juga. Kalau lulus gelar saya menjadi S.Pd. Sedikit iri juga jika lulusan DIV bisa menjadi guru juga asalkan mengikuti PPG. Terkadang takut tidak sanggup berkompetisi. Namun hal ini membuat saya termotivasi meningkatkan kemampuan agar dapat bersaing. Semakin sulit jadi guru, semoga menghasilkan guru-guru yang berkualitas dan benar-benar hasil seleksi yang tebaik serta saya dijadikan salah satu dari mereka. Amin

7 February 2014

Konsep Dasar Tugas-tugas Perkembangan

Manusia dalam menjalani serangkaian proses kehidupannya mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan yang erat kaitannya dengan peningkatan kuantitas pada fisik manusia terjadi sejak masa konsepsi dan berhenti setelah mencapai maturasi (kematangan) yang terjadi pada masa remaja atau masa dewasa awal seperti dinyatakan oleh Tanner (Bee, 1984 : 91) “the final part of the pattern is the leveling of at the beginning of adulthood, wick remarks the end of growth as we usually thing of it.”

Hal ini berbeda dengan perkembangan yang berjalan terus menerus hingga akhir hayat manusia sebagaimana dikemukakan

Thornburg (1984 : 16) yang menyatakan bahwa “perkembangan berlangsung secara terus menerus di sepanjang hidup seseorang, mulai dari masa konsepsi sampai berakhirnya kehidupan orang itu.”
 

Walaupun dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selalu ditandai dengan adanya perubahan, tidak semua perubahan yang terjadi dapat diartikan sebagai perkembangan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Candida Peterson (1996 : 20) yang menyatakan Some permanent changes over the life span are better descried as ageing than as growth.”

Lebih lanjut Peterson juga menyatakan bahwa perubahan yang dapat dikategorikan sebagai perkembangan harus memenuhi 4 kriteria yaitu
:


·  Permanent      :          perubahan yang terjadi bersifat permanent, bukan perubahan perubahan temporer atau yang disebabkan oleh kegiatan incidental.
·   Qualitative       :          perubahan yang terjadi menunjukkan perubahan total dari seseorang, tidak hanya bersifat peningkatan kemampuan yang sudah dimiliki sebelumnya
·  Progressive      :         perubahan yang terjadi merupakan perwujudan aktualisasi seseorang. Perubahan ini terkait dengan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri dengan berbagai situasi/perubahan yang terjadi di lingkungannya.
·     Universal           :       perubahan yang terjadi bersifat umum dan dialami oleh individu­individu yang lain pada tahapan usia yang hampir sama.
“Proses perkembangan yang berlangsung sepanjang hayat manusia pada hakekatnya adalah perubahan menuju ke kedewasaan. Pencapaian tujuan perkembangan, yaitu kedewasaan, tidaklah sekaligus, tetapi setahap demi setahap sesuai dengan masa-masa perkembangan yang sedang dijalani oleh individu yang bersangkutan hendaklah mencapai tujuan perkembangan yang sesuai dengan masa perkembangannya itu. Seluruh tujuan perkembangan, dari masa awal sampai masa lanjut adalah berkesinambungan. Pencapaian tujuan perkembangan pada masa yang terdahulu menjadi dasar bagi pencapaian tujuan perkembangan pada masa berikutnya. Atau dengan kata lain, apabila tujuan perkembangan pada masa terdahulu tidak tercapai dengan baik, dikhawatirkan pencapaian tujuan perkembangan masa berikutnya terganggu (Tn. 1983 :14)”.
Tugas perkembangan yang harus dijalani oleh setiap individu sesuai dengan masa perkembangan yang sedang ditempuhnya disebut sebagai tugas perkembangan/developmental task. Peterson (1996 : 35) dalam hal ini mendefinisikan tugas perkembangan sebagai “age norm” wick describes an average age or norm for when particular behaviours relikely to emerge or stabilize or decline.” Robert J. Havigurst (Hurlock, 1980 : 9) menyatakan bahwa “tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi, kalau gagal, menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas tugas berikutnya.”
Perkembangan manusia yang terjadi secara bertahap sesuai dengan masa perkembangannya, dan adanya implikasi bagi setiap individu untuk melakukan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan usianya, membuat setiap individu harus memahami dan berusaha untuk dapat melakukan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan usia masing-masing. Tugas perkembangan ini menurut Havigurst sangat erat kaitannya dengan fungsi belajar. Dalam hal ini Havigurst (Sunarto, 2002 : 43). Menyatakan bahwa “tugas perkembangan harus dipelajari, dijalani dan dikuasai oleh setiap individu. Tugas-tugas ini dikaitkan dengan fungsi belajar, karena pada hakekatnya perkembangan pada kehidupan manusia dipandang sebagai upaya mempelajari norma kehidupan dan budaya masyarakat agar ia mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik dalam kehidupan nyata.”
Sudah diakui secara umum sebagai suatu fakta, perkembangan seseorang sebagian besar terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Pada periode usia ini anak-anak membentuk struktur kognitif dan kepribadian dirinya yang akan menentukan jalan hidup untuk selanjutnya. Berdasar hal tersebut maka proses menumbuhkembangkan kreativitas perlu dilakukan sejak usia dini, karena pada masa ini proses kreativitas sedang mengalami puncak perkembangannya. Anak-anak pada dasarnya sangat kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin tahu besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut salah, berani menghadapi resiko, senang akan hal-hal baru, dan sebagainya.
I.     Tugas-tugas Perkembangan
Secara umum Havigurst (Hurlock, 1980: 10) mendeskripsikan Tugas-tugas perkembangan masa bayi dan awal masa kanak-kanak adalah.
Ø  belajar memakan makanan padat
Ø  belajar berjalan
Ø  belajar berbicara
Ø  belajar mengendalikan gerakan badan
Ø  memperoleh stabilitas fisiolis
Ø  belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
Ø  mempelajari peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya
Ø  mempersiapkan diri untuk membaca
Ø  belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati nurani
Tugas-Tugas perkembangan pada akhir masa kanak-kanak dideskripsikan oleh Havigurst (Hurlock, 1980: 10), yaitu.
mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan tertentu
Ø  membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh belajar
Ø  menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
Ø  mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
Ø  mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung
Ø  mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari
Ø  mengembangkan hati nurani, moralitas, dan nilai-nilai
Ø  mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial
Ø  mencapai keberhasilan pribadi
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja oleh Havigurst (Hurlock, 1980-10) mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut :
Ø  mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
Ø  mencapai peran sosial pria atau wanita
Ø  menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
Ø  mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
Ø  mempersiapkan karier ekonomi
Ø  membangun keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara yang baik
Ø  memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan secara sosial
Ø  memperoleh seperangkat nilai dan siytem etika sebagai pedoman berperilaku
II. Tahapan-Tahapan dalam Perkembangan Manusia
Pencapaian tujuan perkembangan yaitu proses menuju kedewasaan tidak berjalan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan manusia. Pembagian tahapan dalam perkembangan manusia didasari pada kesamaan karakteristik pada setiap tingkatan usia.
Havigurst membagi tahapan perkembangan manusia dalam 6 tahap, yaitu :
Ø  Masa bayi dan awal masa kanak-kanak
Ø  Akhir masa kanak-kanak
Ø  Masa remaja
Ø  Awal masa dewasa
Ø  Masa usia pertengahan
Ø  Masa Tua
Tahap-tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia dibagi oleh Thornburg dalam 4 tahap yang terdiri dari beberapa periode umur sebagai berikut :
Ø  Masa bayi 0 – 2 tahun
·         Periode dalam kandungan : mulai dari terjadinya konsepsi sampai lahir
·         Periode baru lahir : lahir sampai umur 4 atau 6 minggu
·         Periode bayi : umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun
Ø  Masa Kanak-kanak 2 – 11 tahun
·         Periode kanak-kanak permulaan : umur 2 – 5 tahun
·         Periode kanak-kanak pertengahan : umur 6 – 8 tahun
·         Periode kanak-kanak akhir : umur 9 – 11 tahun
Ø  Masa Remaja 11 – 19 tahun
·         Remaja permulaan : umur 11 – 13 tahun
·         Remaja pertengahan : umur 14 – 16 tahun
·         Remaja akhir : umur 17 – 19 tahun
Ø  Masa Dewasa 20 – 81 tahun
·         Dewasa permulaan : umur 20 – 29 tahun
·         Dewasa pertengahan : umur 30 – 49 tahun
·         Dewasa : umur 50 – 65 tahun
·         Dewasa akhir : umur 66 – 80 tahun
·         Tua : umur 81 tahun ke atas
Disamping tahap-tahap perkembangan di atas, Thornburg juga mengemukakan adanya masa pra remaja yaitu bagi mereka yang berumur 9 – 13 tahun, dan masa pemuda yang terjadi pada umur 19 – 22 tahun.
Berdasarkan pada beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan tersebut terbagi dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini didasarkan pada kesamaan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada masing-masing usia. Tahapan-tahapan perkembangan tersebut adalah masa bayi dan awal masa kanak-kanak, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa awal dan pertengahan, serta masa tua.
III. Implikasi
Pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan yang berbeda pada setiap tahapan usia bermanfaat bagi individu. Hurlock (1980 : 9) menyatakan bahwa “tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai 3 macam tujuan yang sangat
berguna. Pertama sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui  apa yang diharapkan masyarakat pada usia-usia tertentu. Kedua, dalam memberi motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka. Dan ketiga, menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya.” Disamping dapat digunakan sebagai pedoman dan pemberi motivasi bagi individu dalam masyarakat, pemahaman tentang tugas perkembangan juga dapat digunakan oleh para praktisi yang menangani kelompok usia tertentu dalam pekerjaannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Peterson (1996 : 38)” ....they can give practitioners who work with particular age groups a general idea what to expect. .... Norm also facilitate social planning and environmental design for particular age groups.”
Namun, pemahaman tentang adanya tugas perkembangan yang berbeda pada setiap tahapan usia individu juga dapat disalahartikan. Hal ini diungkapkan oleh Hurlock (1980 : 9) yang menyatakan ada 3 macam bahaya potensial yang umum berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pertama, harapan yang kurang tepat baik individu sendiri maupun lingkungan sosial. Kedua adalah melangkahi tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat dari kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu. Dan yang ketiga muncul dari tugas itu sendiri. Sekalipun individu berhasil menguasai tugas pada suatu tahap dengan baik, namun keharusan menguasai sekelompok tugas-tugas baru yang tepat untuk tahap berikutnya akan membawa ketegangan dan tekanan kondisi yang dapat mengarah pada suatu krisis.
Bagi pendidik, pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan dapat membantu pendidik untuk memahami anak didiknya dan membantu mereka dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki secara optimal. Dalam hal ini Nana Syaodih (2001 : 18) menyatakan bahwa “Ada dua alasan mengapa tugas-tugas perkembangan ini penting bagi pendidik. Pertama, membantu memperjelas tujuan yang akan dicapai sekolah. Pendidikan dapat dimengerti sebagai usaha masyarakat, melalui sekolah, dalam membantu individu mencapai tugas-tugas perkembangan tertentu. Kedua, konsep ini dapat dipergunakan sebagai pedoman waktu untuk melaksanakan usaha-usaha pendidikan. Bila individu telah mencapai kematangan, siap untuk mencapai tahap tugas tertentu serta sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa saat untuk mengajar individu yang bersangkutan telah tiba.”
IV. Kesimpulan
1.    Perkembangan terjadi sepanjang hayat manusia dan berlangsung secara bertahap sesuai dengan tahapan usia masing-masing individu
2.    Tidak semua perubahan yang terjadi dapat dikategorikan sebagai perkembangan, hanya perubahan yang memenuhi kriteria permanent, kualitatif, progresif dan universal yang dapat disebut sebagai perkembangan
3.    Setiap tahapan perkembangan ditandai dengan adanya kesamaan karakteristik yang kemudian diformulasikan sebagai tugas-tugas perkembangan yang harus dipelajari, dijalani dan dikuasai oleh setiap individu agar individu tersebut mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mengaktualisasikan diri sebagai anggota masyarakat.
4.    Pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan membantu individu untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri terhadap tugas perkembangan yang telah dijalaninya, yang sedang dijalaninya dan yang akan dijalaninya.
5.    Pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan sangat penting bagi pendidik untuk dapat memahami karakteristik anak didiknya. Pemahaman ini dapat membantu pendidik dalam pelaksanaan KBM dengan menyesuaikan strategi pembelajaran yang tepat bagi masing-masing usia, sebagai pedoman bagi pendidik untuk membantu anak didik meningkatkan kemampuan pada tahap perkembangan berikutnya sehingga anak dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

4 February 2014

WASPADA ! DAMPAK PIETISME PADA PENGINJILAN


Sesudah Reformasi, gereja-gereja mencoba mengukuhkan dan memperkembangkan apa yang telah di peroleh dalam bidang ajaran dan dalam kehidupan gerejawi. Pada satu pihak terlibat kecendrungan untuk mempertahankan hasil reformasi dan untuk mengatur telah ditetapkan lebih dahulu. Pada pihak lain orang-orang mulai menuntut kebebasan untuk percaya dan berfikir menurut perasaan sendiri.


2.1.   Pengertian
Kata Pietisme berasal dari kata latin “Pietis” yang artinya Kesalehan[1], jadi Pietisme adalah aliran yang yang menekankan kesalehan dan penghayatan iman[2]. Pietisme adalah sebuah gerakan di lingkungan Lutheranisme Gerakan ini bermula sebagai reaksi terhadap ritual-ritual yang mekanis dan formal yang mewarnai pelayanan di gereja Lutheran yang saat itu telah mapan, namun semakin kurang kebebasan untuk mengungkapkan iman secara lebih spontan. Dengan menekankan kesalehan dan penghayatan iman pada perkembangan gereja-gereja Protestan sesudah reformasi.[3] pada saat yang sama pengikutnya berusaha menjaga apa yang telah diajarkan para reformator agar tidak terjadi penyimpangan, maksud Pietisme yaitu untuk menyelesaikan reformasi abad ke-16 supaya tidak hanya ajaran yang di reformasikan tetapi juga seluruh kehidupan, baik pribadi maupun dalam persekutuan Kristen yang mencerminkan Iman Kristen[4].

2.2.        Latar Belakang
Diawali dari pernyataan protes dari berbagai pihak atas kekurangan Gereja, banyak yang menganjurkan kebangkitan kembali kekristenan yang praktis dan saleh, gerakan Pietisme ini muncul pada awal abad ke-17 sampai berakhir pada akhir abad ke-18 dan yang menjadi penyebab munculnya aliran ini adalah reaksi mereka terhadap suasana gereja yang suam itu dan terhadap semangat dunia yang sudah merajalela didalam masyarakat Kristen[5]. Orang-orang Pietis sangat menyesalkan sifat intelektualitas watak khotbah-khotbah yang diperdengarkan di mimbar-mimbar, menurut mereka belum cukup jikalau hanya ajaran murni dan dogmatik saja yang diberikan hanya akan mamuaskan otak tetapi tidak member rohani dan jiwa.[6]
Orang-orang Pietis sedih melihat kebanyakan anggota jemaat hidup untuk dunia ini saja, agama dipandang sebagai perkara biasa yang memang masih diindahkan tetapi tinggal perkara lahiriah saja yang tidak menggerakkan hati lagi dan kurang dipraktekkan dalam hidup kaum kristen sehari-hari. Pietisme berusaha untuk memberantas semangat yang suam itu dan membina kembali kehidupan rohani jemaat[7]. Cita-cita Pietisme pada dasarnya tidak lain dari apa yang dicita-citakan oleh para reformator yaitu bahwa anggota-anggota gereja sesungguhnya percaya dan hidup dari pengampunan dosa yang telah diperoleh secara sukarela dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada Manusia[8].

2.3. Tokoh-Tokoh Pietisme

Philip Jacob Spener
 2.3.1.  Philip Jacob Spener
Spener lahir di Elzas pada 13 Januari 1635 di Rappoltsweiler, Alsace. Masa pelayanan Spener dimulai ketika ia menjadi pendeta jemaat di Strasbourg. Dari Strasbourg, Spener kemudian menjadi pengkhotbah dan guru di Frankfurt. Di Frankfurt, Spener merasakan kedekatan dengan suatu komunitas Kristiani bernama Kaum Labadis yang mendapat perlakuan kurang adil dari gereja Lutheran saat itu. Perlakuan kurang adil itu adalah menyuruh semua warga negeri Lutheran harus dibaptis supaya dianggap suci. Hal inilah yang menyebabkan Spener ingin memperbaharui apa yang dilakukan oleh gereja Lutheran. Karena usahanya itu, maka, pada tahun 1686, Spener mendapatkan perlawanan dari kaum Lutheran di Frankfurt, sehingga membuatnya harus meninggalkan kota itu. Dari Frankfurt, Spener pindah ke Berlin dan menjadi pendeta di sana hingga tahun 1691. Ia meninggal pada tahun 1705.[9]


August Hermann Francke
 2.3.2.      August Hermann Francke
August Hermann Francke lahir di Lubeck, dekat kota Hamburg pada tanggal 22 Maret 1663. Pada usia 16 tahun, ia masuk Universitas Erfurt dan memusatkan diri pada studi logika dan metafisika. Akan tetapi, karena tidak menyukai setuasi di kota Erfurt, Francke pun pindah ke Universitas Kiel dan di sana ia belajar teologi, fisika, filsafat, dan sejarah. Ia juga sempat belajar bahasa Ibrani dan Yunani di Hamburg sebelum akhirnya pada tahun 1684 masuk Universitas Leipzig. Francke adalah seorang mahasiswa teologi yang gemilang, pada umur 24 tahun ia sudah menjadi guru besar di Universitas Leipzig. Pada 1687 Francke bertobat. Menurut Francke, kehidupannya yang tampak berhasil itu sebenarnya tidak berarti, sebab ia belum memiliki iman yang hidup. Penganut Pietisme dan Revival kemudian memandang peristiwa pertobatan itu adalah sesuatu yang harus dialami oleh seorang Kristen. Sejak pertobatannya itu, Francke kemudian berkecimpung dalam lingkungan Spener, tokoh Pietisme yang banyak memberikan pengaruh besar bagi Francke. Pada tanggal 7 Januari 1692, Francke tiba di Halle dan menjadi guru besar di Universitas Halle. Halle kemudian menjadi salah satu pusat pietisme hingga. Francke meninggal dunia pada tahun 1727.[10]

2.4.   Ajaran Pietisme
Untuk dapat mencapai tujuannya, kaum Pietis menekankan:
1.      Iman yang berpusat pada Alkitab (jadi bukan pada ajaran gereja)
2.      Pengalaman khas dalam kehidupan kristiani (rasa berdosa, pengampunan, pertobatan, kesucian hidup, dan kasih dalam persekutuan)[11]
3.      Pengungkapan iman secara bebas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjili.[12]

2.5.   Dampak Pietisme

2.5.1. Dampak Positif
Dampak Positif yang ditimbulkan oleh aliran Pietisme ini adalah:
1.      Adanya Pekabaran injil yang dilakukan dalam rangka harapan kedatangan kerajaan Allah.
2.      Pekabaran injil yang dilakukan bersifat oikumenis, dimana ajaran yang dipegang sesuai dengan Alkitab.
3.      Pusat hidup adalah firman Tuhan[13]
4.      Setia kepada Gereja
5.      Pola kesalehan sangat ditanamkan dalam kehidupan kelompok-kelompok Kristen khhususnya pada diri sendiri.[14]

2.5.2. Dampak Negatif
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh aliran pietisme ini adalah:
1.      Berpikir pada manusia yang saleh itu adalah menjadi pusat hidup rohani.
2.      Menimbulkan rasa semangat fanatik dan sekte-sekte kecil.
3.      Menimbulkan perpisahan-perpisahan jemaat yang berbeda aliran yang dipahami.
4.      Terjadinya pertikaian[15].


Kesimpulan
Dari pemaparan diatas saya menyimpulkan bahwa aliran pietisme ini menekankan tentang kesalehan hidup manusia karena jika dilihat dari ajaran mereka yaitu mengenai pengungkapan hidup yang dalam artiannya bahwa kita harus hidup dalam kesalehan, karena dengan cara ini kita akan lebih dekat lagi dengan Tuhan dan apa bila kita dekat dengan Tuhan maka anugerah tuhan akan lebih banyak lagi kepada kita umat manusia, selanjutnya yaitu bahwa firman Tuhan itu bukan hanya didengarkan dan dikhotbahkan didalam gereja tetapi juga harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang dalam artiannya adalah hidup itu harus berlandaskan firman Tuhan.

Daftar Pustaka
Enklaar, H. Berkhof dan I. H., Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009
Hale, Leonard, Jujur Terhadap Pietisme, Jakarta: BPK-GM, 1996
Jonge, Jan S. Aritonang dan C. De, Apa Dan Bagaimana Gereja..?, Jakarta: BPK-GM, 2009
Jonge, C. De, Gereja Mencari Jawaban, Jakarta: BPK-GM, 2009
Jonge, C. De, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009
Petersen, A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang dan Randy, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007
Soedarmo, R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2008
Wellem, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006
http//.google/pietisme/.com
http//.wikipedia/tokoh-tokoh-pietisme/.com
http//.wikipedia/ajaran-pietisme/.com

[1] C. De. Jonge, Gereja Mencari Jawaban, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 34
[2] C. De. Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 78
[3] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 370
[4] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 73
[5] Leonard Hale, Jujur Terhadap Pietisme, Jakarta: BPK-GM, 1996, hlm. 110-111
[6] Gereja Mencari Jawaban, Op. Cit, hlm. 34-35
[7] H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 224
[8] Jan S. Aritonang dan C. De Jonge, Apa Dan Bagaimana Gereja..?, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 47
[9] http//.wikipedia/tokoh-tokoh-pietisme/.com
[10] http//.google/pietisme/.com
[11] A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang dan Randy Petersen, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 99-102
[12] http//.wikipedia/ajaran-pietisme/.com
[13] Leonard Hale, Op. Cit, hlm. 112
[14] Gereja Mencari Jawaban, Op. Cit, hlm. 42-43
[15] H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Op. Cit, hlm. 248